Mengenal 4 Pilar Etika Bisnis Islam: Berikut Ini Etika Bisnis Nabi Muhammad SAW

Bagaiamana mengenal etika bisnis dalam Islam? Serta prinsip-prinsip etika bisnis Nabi Muhammad SAW.

Bisnis adalah aktivitas atau serangkaian usaha yang dilakukan oleh individu maupun kelompok yang melakakukan penawaran, baik itu barang maupun jasa demi mendapatkan keuntungan atau laba.

Dalam dunia bisnis juga terdapat bebarapa etika untuk mengatur dan membuat norma atau nilai-niali bagi pelaku bisnis. Hal ini dilakuakan agar dalam berbisnis tidak terjadi hal-hal yang bisa merugikan baik pelaku bisnis maupun orang lain.

Mengenal 4 Pilar Etika Bisnis Islam: Berikut Ini Etika Bisnis Nabi Muhammad SAW.
Gambar. Mengenal 4 Pilar Etika Bisnis Islam: Berikut Ini Etika Bisnis Nabi Muhammad SAW. Sumber. pixabay.com

Ajaran Islam juga mengatur tentang etika bisnis, sebagaimana hal ini berkaca pada tuntunan Nabi Muhammad SAW. yang mengatur 4 pilar dalam etika bisnis islam seperti tauhid, keseimbangan, kehendak bebas dan akuntabilitas (pertanggungjawaban).

Untuk itu pembahasan kali mencoba menguraikan 4 pilar etika bisnis islam, dan juga beberapa contoh etika bisnis Nabi Muhammad SAW. yang terdiri dari jujur dan adil, bersikap sopan, dan baik hati, menghindari sumpah dan riya, dan lainnya. Semua ini akan diuraikan dalam pembahasan ini. 

4 Pilar Etika Bisnis Islam

Beberapa hal yang cukup menonjol dalam etika bisnis Nabi Muhammad Saw. yaitu terdapat nilai spritual, kemanusiaan, kejujuran dan keseimbangan (Badroen dkk, 2007). Di sisi lain cara berbisnis yang baginda Rasul lakukan mengacu pada nilai-nilai tauhid yang menjadi keyakinannya. Adapun hal itu yang kemudian dijadikan beberapa prinsip dalam etika bisnis Islam, dan akan diuraikan sebagaai berikut:

1. Tauhid 

Bumi dan segala kekayaan yang terkandung dalam tanah, selalu tercermin dalam konsep tauhid yang dalam pengertian absolut hanya berhubungan dengan Tuhan. Untuk itu umat manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi dituntut agar bisa menjadi wadah kebenaraan. 

Kemudian dapat memantulkan cahaya kemuliaan pada semua manifestasi kehidupan duniawi. Hal ini telah ditegaskan di dalam Al-Quran (QS. Yusuf [2] Yusuf: 40) yang artinya dapat diuraikan sebagai berikut:

“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah Swt. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kamu kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Yusuf [2] Yusuf: 40).

2. Keseimbangan (Adil) 

Pandangan Islam mengenai kehidupan berasal dari suatu persepsi Ilahi mengenai keharmonisan alam. Hal ini dapat dilhat dalam Al-Qur‟an yang artinya sebagai berikut: 

“...Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulangkali, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatan akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.” (QS.Al-Mulk [67]: 3-4.

Keseimbangan adalah suatu sifat dinamis yang mengerahkan kekuatan hebat menentang seluruh ketidakadilan. Keseimbangan harus terwujud dalam kehidupan ekonomi. Kedudukan dan tanggungjawab para pelaku bisa beliau bangun dengan prinsip “Akad yang saling setuju”. Ia meninggalkan tradisi riba dan memasyarakatkan kontrak mudharabah dan musyarakah karena sistem profit and lost sharing, (Marhari, 2012).

3. Kehendak Bebas 

Kontribusi Islam yang paling orisinil dalam filsafat sosial adalah konsep mengenai manusia bebas. Hanyalah Tuhan yang mutlak bebas, tetapi dalam batas-batas skema penciptaan-Nya manusia juga dapat bebas. Kemahatahuan Tuhan tentang manusia di bumi, tetapi kebebasan manusia juga diberikan. 

Dalam kaitan ini, kita memperoleh pelajaran dari Muhammad, termasuk kerjasama bisnis di luar praktik ribawi. Model-model tersebut antara lain, mudharabah, musyarakah, murabahah, ijarah, wakalah, salam istishna dan lain-lain (Marhari, 2102).

4. Akuntabilitas (Pertanggungjawaban) 

Muhammad Saw. mewariskan pilar tanggungjawab dalam kerangka dasar etika bisnisnya. Kebebasan harus diimbangi dengan pertanggungjawaban manusia, setelah mengetehui mana yang baik dan mana yang buruk. Hal ini dapat dilhat dalam Al-Quran yang artinya sebagai berikut: 

“Tiap-tiap diri bertanggungnjawab atas apa yang telah diperbuatnya” (QS. Al-Mudatsir [74] : 38). 

Setiap individu harus mempertanggungjawabkan tindakannya. Manusia akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diusahakannya. Keempat pilar sebagai dasar transaksi ekonomi tersebut, Nabi mewujudkan etika bisnisnya dalam bentuk transaksi yang jujur dan bertanggungjawab. 

Nabi menunjukkan integritas yang tinggi dalam memenuhi janjinya dengan konsumen seperti dalam hal-hal pelayanan yang baik, ketepatan dalam penyediaan barang dan kualitas barang yang ditawarkan. 

Selain itu, Nabi juga mengaitkan suatu proses ekonomi dengan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungannya. Artinya, Nabi melarang memperjualbelikan barang yang dapat merusak masyarakat dan lingkungannya. 

Etika Bisnis Nabi Muhammad SAW.

Etika bisnis dalam islam adalah dengan menjadikan Nabi Muhammad sebagai contoh atau panutan di setiap kegiatan bisnis. Lantas apa saja etika bisnis yang bisa dipelajari dari Nabi? Adapun etika bisnis Nabi Muhammad SAW. dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Jujur dan adil 

Nabi sukses dalam melakukan misi perdagangan ke beberapa wilayah seperti Yaman, Syiria, Irak. Beliau memperoleh keuntungan yang luar biasa karena kejujurannya. Kriteia kejujuran Nabi adalah seperti tidak menipu, menunjukkan kesetiaan, tidak menyembunyikan cacat barangnya dan amanah. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi yang diriwayatkan Ibnu Majah dalam Marhari (2012) sebagai berikut: 

“Kelak di hari kiamat, seorang Muslim yang berprofesi sebagai pedagang yang terpercaya dan jujur akan dikumpulkan bersama-sama dengan orang yang mati syahid.”

2. Bersikap sopan dan baik hati 

Nabi ketika melakukan transaksi bisnis selalu bersikap sopan dan baik hati. Hal ini dapat dilihat dalam hadis Nabi yang diriwayatkan Jabir dalam Marhari (2012) sebagai berikut: 

“Rahamat Allah atas orang-orang yang baik hati ketika ia menjual dan membeli dan ketika dia membuat keputuan.” 

Nabi dalam melakukan transaksi tidak pernah mengecewakan pembelinya. Nabi memberikan keteladanan yang baik sehingga orang suka berbisnis dengannya.

3. Nabi Menghindari Bersumpah 

Nabi dalam melakukan transaksi bisnis dengan pihak lain selalu berusaha tidak bersikap berlebihan seperti banyak bersumpah. Hal ini dapat dilhat dari nasihat Nabi dalam Marhari (2012) sebagai berikut; 

“Hindarilah banyak bersumpah ketika melakukan transaksi dagang sebab itu dapat menghasilkan penjualan yang cepat lalu menghapus berkah.” 

Selain itu, Nabi membenci orang-orang yang dalam berdagang menggunakan sumpah palsu. Hal ini dapat dilihat dalam sabda Nabi dalam Marhari (2012) sebagai berikut: 

“Pada hari kiamat nanti, Allah Swt., tidak akan berbicara dan tidak akan melihat kepada orang yang semasa hidupnya berdagang dengan menggunakan sumpah palsu.” 

4. Menghindari Riba 

Nabi dalam melakukan transksi jual-beli tidak pernah melakukan dengan cara-cara yang memungkinkan terjadinya riba. Bahkan dengan tegas beliau melarang perbuatan riba. Hal ini dapat dilhat dalam sabdanya yang diriwayatkan Al-Baihaqi dalam Marhari (2012) sebagai berikut: 

“Suatu dirham yang diperoleh seseorang melalui riba lebih besar dosanya di sisi Allah daripada tiga puluh enam melakukan zina. Dan riba yang besar dosanya adalah riba dari harta orang Muslim.” 

5. Tidak Menyepelekan Utang 

Nabi dalam melakukan transaksi bisnis selalu menepati janjinya. Karena menurut beliau janji adalah utang yang harus segera ditunaikan. Itulah sebabnya Nabi melarang orang menyepelekan utangnya ketika dia berutang kepada orang lain. Hal ini dapat dilihat dari sabdanya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dalam Marhari (2012) sebagai berikut: “Nyawa orang beriman terkatung-katung karena utangnya sampai itu dilunasi.” 

6. Tidak Melakukan Wanprestasi kepada krediturnya 

Nabi Muhammad Saw. kerap mengembalikan lebih besar nilainya dari pokok pinjamannya sebagai penghargaan terhadap kreditur. Suatu saat, pernah beliau meminjam seekor unta yang masih muda, kemudian menyuruh Abu Rafi mengembalikannya dengan seekor unta bagus yang umurnya tujuh tahun. Marhari ( 2102) menguraikan sabdaa Nabi, yaitu sebagai berikut: 

“Berikan kepadanya unta tersebut (unta bagus yang umurnya tujuh tahun) sebab orang yang paling utama adalah orang yang menebus utangnya dengan cara yang paling baik.” 

7. Tidak Menimbun dan Menetapkan Tarif Tinggi 

Nabi melarang orang menimbun barangnya, demi memperoleh keuntungan yang tinggi. Banyak hadis yang melarang penimbunan suatu barang. Di antaranya seperti yang dituliskan Ibnu Hajar dalam Marhari (2012), bahwa Rasulullah bersabda sebagai berikut: 

“Sejahat-jahatnya hamba adalah orang yang suka menimbun. Jika Allah menetapkan harga turun, maka ia bersedih, jika Allah menetapkan naik, ia senang.” 

8. Murah Hati dan Toleran 

Nabi dalam melakukan transaksi jual-beli selau bermurah hati dan toleransi dalam menagih utang. Hal ini dapat dilihat dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Jabir dalam Marhari (2012) sebagai berikut: 

“Semoga Allah merahmati orang yang memberikan kemudahan ketika menjual, membeli dan menagih utang.” 

9. Senantiasa Mengingat Allah 

Bagaimanapun kesibukan orang dalam berbisnis hendaknya tidak menghalangi untuk mengingat Allah. Hal ini ditegaskan Nabi yang diriwayatkan Ath-Thabrani dalam (Marhari, 2012) sebagai berikut. 

“Orang-orang yang mengingat Allah di tengah orang-orang yang lalai bagaikan seorang perajurit di tengah orang-orang yang melarikan diri dari peperangan dan bagaikan hidup di tengah orang-orang yang mati.”

Berdasarkan hadis Nabi di atas, dapat dipahami bahwa apapun kesibukan kita, termasuk berdagang atau berbisnis maka kita tidak boleh melupakan Allah. Sebab, jika itu terjadi maka tidak ada bedanya kita dengan orang lari dari medan pertempuran atau seperti kita orang mati saja. Apapun hasil yang diperoleh pasti tidak berberkah dan juga tidak mendapat ridha dari Allah Swt. 

Referensi

Badroen dkk., 2007. Etika Bisnis dalam Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 


Marhari, Y. 2012. Manajemen Bisnis Modern Ala Nabi Muhammad. Jakarta Timur: Al Maghfirah. 


Mau donasi lewat mana?

Paypal
Bank BNI - An.siti fatimang / Rek - 1860003927932
Jika artikel ini cukup bermanfaat! Mungkin anda bisa bantu saya untuk terus berkembang dengan cara memberikan donasi. Klik icon panah di atas
Seorang penulis lepas manajemen sumber daya manusia, yang fokus tentang kajian human relationship.

Post a Comment

Created by
DMCA.com for Blogger blogs

© ‧ Manajemen Pedia. All rights reserved. Made with ♥ by Jago Desain